MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

28 Juni 2010

Dwilogi Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata (Part One)



Padang Bulan

Tetralogi Laskar Pelangi karya Andea Hirata, yang terdiri dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov telah dibaca oleh jutaan orang di negri ini, bahkan telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris (sekarang juga sedang dipersiapkan dalam bahasa Jerman). Selain itu dua diantaranya telah naik ke layar lebar, Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Tetralogi Laskar Pelangi bukanlah novel biasa. Novel ini juga telah dipergunakan sebagai referensi tesis dan tulisan ilmiah lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika Tetralogi Laskar Pelangi mampu go international. Setelah sukses dengan Tetralogi Laskar Pelangi, kini Andrea Hirata kembali menggebrak khasanah sastra kita dengan Dwilogi Padang Bulan-nya. Dwilogi Padang Bulan, yaitu dua karya yang terdiri dari Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, dengan Padang Bulan sebagai urutan pertamanya. Dua novel dalam satu buku yang saling berhimpitan secara terbalik. Sehingga membuat novel ini menjadi 500-an halaman. Akankah novel ini mampu mengulang kesuksesan yang sama ?


Yang pasti Dwilogi Padang Bulan semakin menguatkan eksistensi serta kapasitas seorang Andrea Hirata sebagai Cultural Novelist, sebagai periset sosial dan budaya. Watak manusia yang penuh kejutan, sifat-sifat unik sebuah komunitas, parody, dan cinta, ditulis dengan cara membuka pintu-pintu baru bagi pembaca untuk melihat budaya, melihat diri sendiri, dan memahami cinta, hubungan keluarga, dan religi dengan cara yang tak biasa. Ya…tak biasa. Karena Andrea Hirata bukanlah novelist biasa. Sungguh…tak biasa…! Sebagaimana cinta Ikal pada A Ling yang bukan cinta biasa…!

Pada novel pertama, yaitu Padang Bulan dibuka dengan mengisahkan tentang perjuangan seorang anak manusia yang bernama Enong. Enong yang begitu gigih mewujudkan keinginannya untuk belajar bahasa Inggris. Demi sebuah obsesi untuk menjadi “guru dari sebuah bahasa yang asing dari Barat”. Begitu Andrea Hirata mengungkapkannya dalam novel ini. Sebuah gaya bahasa yang menunjukkan kedalaman intelektualitas dan humor yang…lagi-lagi tak biasa.

Namun Enong harus berhadapan dengan pusaran nasib yang menggiringnya menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya meninggal ketika ia masih bocah. Sugesti dari sang ayah sebelum meninggal berupa “Kamus Bahasa Inggris Satu Miliar Kata” menjadi spirit yang tak pernah mematikan semangatnya. Walaupun badai kehidupan terus menerpa, tetapi semangat Enong untuk menjadi “guru dari sebuah bahasa yang asing dari Barat” tak pernah padam. Semangat Enong ini telah menjadi spirit bagi Ikal dalam meraih cinta A Ling yang harus kandas sesaat karena tiada restu dari lelaki yang tak banyak bicara, lelaki juara satu sedunia, itulah ayahnya.

Selain kisah Enong, Andrea juga memoles Padang Bulan dengan kisah cintanya pada A Ling. Tentu saja sebagai kelanjutan Tetralogi Laskar Pelangi. Karena pada Maryamah Karpov sangat jelas tergambar betapa novel ini belum usai. Jika pada Laskar Pelangi Ikal mulai mengenal cinta, maka pada Padang Bulan Ikal mulai mengenal cemburu. Cemburunya pada Zinar yang dipicu hanya karena informasi keliru dari sang detektif kampung nan kontet, Detektif M. Nuh yang berpartner dengan Jose Rizal (nama merpati pos-nya). Jose Rizal telah menjadi media komunikasi antara Ikal dan Detektif M. Nuh yang akan membuat pembaca tak dapat mengendalikan diri untuk tidak tertawa tebahak-bahak. Bahkan bisa dianggap orang sinting jika membaca buku ini di tempat sepi. Belum lagi teori-teori ‘penyakit gila-nya. Hi hi hi…!

Banyak novelist mengapresiasikan ‘Cemburu’ dengan bahasa metafora yang itu-itu saja. Tetapi hal ini tidak dilakukan Andrea. Salah satu hal yang membuat saya pertama kali ‘jatuh cinta’ dengan karya Andrea adalah gaya bahasa ilmiahnya yang begitu sarat. Bahasa yang menunjukkan intelektual religius yang tinggi dari seorang penulis. Berikut adalah bagaimana Andrea Hirata menganalogikan kata ‘Cemburu’:

“Cemburu adalah perahu Nabi Nuh yang tergenang di dalam hati yang karam. Lalu, naiklah ke geladak perahu itu, binatang yang berpasang-pasangan yakni perasaan tak berdaya-ingin mengalahkan, rencana-rencana jahat-penyesalan, kesedihan-gengsi, kemarahan-keputusasaan, dan ketidakadilan-mengasihani diri.”

“Cemburu, adalah salah satu perasaan yang paling aneh yang pernah diciptakan Tuhan untuk manusia”

“Lalu, sisa malam yang tak kunjung khatam itu, kulewatkan dengan satu bentuk siksaan lain, yaitu membenci Zinar dan A Ling, namun sekaligus pula menghormati kelebihan lelaki itu dan merindukan perempuan itu. Ah, repot sekali. Dalam keadaan itu, jika aku sempat tertidur, datanglah mimpi-mimpi. Ternyata, mimpi dalam bayang-bayang cemburu amat janggal dan canggih.”

(Padang Bulan, hlm. 127)

Sungguh sebuah ungkapan ‘cemburu’ dengan bahasa kedewasaan tingkat tinggi, yang membuat pembaca jadi tersenyum dan tetap semangat dalam menghadapi hidup. Padang Bulan memang sangat cocok dibaca oleh mereka-mereka yang sedang dilanda cemburu. Bagaimana menyikapi rasa cemburu dengan arif. Supaya cemburunya dapat terkendali, tidak bablas menjadi cemburu buta. Ha ha ha..!

Sebagaimana novel-novel-nya yang lalu, Padang Bulan juga dikemas dalam Mozaik-mozaik yang menggelitik. Namun ada sedikit perbedaan dengan Tetralogi Laskar Pelangi. Jika pada Tetralogi Laskar Pelangi setiap Mozaik dalam kemasan yang cukup panjang, maka pada Padang Bulan dikemas dengan Mozaik yang lebih singkat, namun ‘pesan’ penulis tetap sarat makna.

Salah satunya adalah pada Mozaik 16; Waktu Yang Hakikat:

Bagi para pesakitan, waktu adalah musuh yang mereka tipu saban hari dengan harapan. Namun, di sana, di balik jeruji yang dingin itu, waktu menjadi paduka raja, tak pernah terkalahkan. Bagi para politisi dan olahragawan, waktu adalah kesempatan yang singkat, brutal, dan mahal.

Para seniman kadang kala melihat waktu sebagai angin, hantu, bahan kimia, seorang putri, payung, seuntai tasbih, atau sebuah rezim. Salvador Dali telah melihat waktu dapat meleleh. Bagi para ilmuwan, waktu umpama garis yang ingin mereka lipat dan putar-putar. Atau lorong, yang dapat melemparkan manusia dari masa ke masa, maju atau mundur. Bagi mereka yang terbaring sakit, tergolek lemah tanpa harapan, waktu mereka panggil-panggil, tak datang-datang.

Bagi para petani, waktu menjadi tiran. Padanya mereka tunduk patuh. Kapan menanam, kapan menyiram, dan kapan memanen adalah titah dari sang waktu yang sombong. Tak bisa diajak berunding. Tak mempan disogok. Bagi yang tengah jatuh cinta, waktu mengisi relung dada mereka dengan kegembiraan, sekaligus kecemasan. Karena teristimewa untuk cinta, waktu menjelma menjadi jerat. Semakin cinta melekat, semakin kuat waktu menjerat. Jika cinta yang lama itu menukik, jerat itu mencekik.

(Padang Bulan, hlm. 83-84)

Keindahan kisah, kedalaman intelektualitas, humor dan histeria kadang-kadang, serta kehati-hatian sekaligus kesembronoan yang disengaja telah menjadi ciri gaya penulisan Andrea Hirata. Kemampuannya bereksperimen dalam bentuk ide tulisan yang kuat serta kemampuan menyeimbangkan mutu dan penerimaan yang luas dari masyarakat adalah daya tarik sekaligus misteri terbesar Andrea Hirata. Sehingga walaupun pada Padang Bulan terurai kisah cinta Ikal dan A Ling, namun kita tidak perlu khawatir jika buku ini dalam genggaman bocah-bocah usia 7 – 13 tahun. Mungkin inilah stu-satunya novel cinta edukatif yang tidak akan kita temukan kalimat-kalimat bernuansa ‘vulgar’ di dalamnya. Kenapa…? Karena ini bukan novel cinta biasa. Novel ini ditulis oleh seorang penulis yang memiliki cinta yang tak biasa…! Gak percaya..?? Baca aja deh bukunya, setelah itu kita bisa diskusi di kotak komentar. OK…??
Selengkapnya...

17 Juni 2010

Kata-kata 'Bijak' Dr Aidh al-Qarni



Siapa yang tidak mengenal Dr. Aidh al-Qarni atau lengkapnya Dr. Aidh Abdullah Al-Qarni ? Seorang penyair dan penulis yang buku-bukunya selalu menempati posisi best seller. Beliau berasal dari keluarga Majdu' al-Qarni, lahir di tahun 1379 H di perkampungan al-Qarn, sebelah selatan Kerajaan Arab Saudi. Meraih gelar kesarjanaan dari Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Imam Muhammad ibn Su'ud tahun 1403-1404 dan gelar Magister dalam bidang Hadits Nabi tahun 1408 H dengan tesis berjudul al-Bid'ah wa Atsaruha fi ad-Dirayah wa ar-Riwayah (Pengaruh Bid'ah terhadap ilmu Dirayah dan Riwayah Hadits).

Gelar Doktornya diraih dari Universitas yang sama pada tahun 1422 H dengan judul disertasi "Dirasah wa Tahqiq Kitab al-Mafhum 'Ala Shahih Muslim li al-Qurthubi" (Studi analisis Kitab al-Mafhum 'Ala Shahih Muslim karya al-Qurthubi). Ia telah menghasilkan lebih dari delapan kaset rekaman yang memuat khotbah, kuliah, ceramah, sejumlah bait syair dan hasil seminar-seminar kesusatraan.

Beliau juga penulis buku "La Tahzan", "30 Tips Hidup Bahagia", "Berbahagialah : Tips Menggapai Kebahagiaan Dunia Akhirat", "Menjadi Wanita Paling Bahagia", "Muhammad Ka annaka Tara", "Bagaimana Mengakhiri Hari-Harimu".dll

Berikut ini adalah beberapa kutipan kata-kata ‘dahsyat’ dalam Buku-nya "Menjadi Wanita Paling Bahagia".

Optimislah, walaupun engkau berada di tengah-tengah badai angin topan.

Walaupun kelembutan Allah berlangsung lama
Namun bagai kedipan mata yang sayu bagi yang tak bersyukur

Emasmu adalah agamamu
Perhiasanmu adalah budi pekertimu
Dan hartamu adalah sopan santunmu

Tempat paling terhormat di dunia adalah pelana kuda (untuk berjihad)
Dan sebaik-baik teman sepanjang waktu adalah buku

Engkau akan puas dengan sepotong roti panggang
Daripada orang yang menutup pintu untuk orang lain

Aku turuti tamakku hingga ia memperbudakku
Andai saja aku puas dengan apa yang ada
Aku tetap orang bebas

Penyakit adalah sebuah pesan
yang di dalamnya terdapat kabar gembira,
sedangkan kesehatan adalah perhiasan yang sangat berharga.

Tanamkahlah setiap detik satu pujian
Setiap menit satu gagasan
Dan setiap jam satu pekerjaan

Terimalah apa yang telah Allah tetapkan buatmu,
Agar engkau menjadi orang paling kaya

Allah mencintai orang-orang yang bertobat
Karena mereka hanya kembali dan mengeluh kepada-Nya

Meninggalkan maksiat adalah perjuangan
Sedangkan keengganan meninggalkannya adalah pengingkaran

Berhati-hatilah terhdap doa orang yang teraniaya
Dan air mata orang yang tak berdaya

Hati yang sehat adalah hati yang tidak ada syirik di dalamnya,
Tidak ada tipu daya, tidak ada rasa iri dan dengki

Seorang wanita yang berpikir,
Akan mengubah padang pasir menjadi kebun yang indah

Debat kusir dan dialog yang pandir
Akan menghilangkan ketulusan hati dan keindahan

Ambillah dari musim semi segala kelembutannya
Dari minyak misik keharumannya
Dan dari gunung kekokohannya.

Setiap bencana, walau saling menghimpit,
Akan menuju kepada kelapangan hati

Terkadang Allah member nikmat lewat musibah yang dahsyat,
Dan menguji sebagian kaum dengan berbagai nikmat

Peristiwa-peristiwa tak mengenakkan yang menimpamu
Itulah yang akan mengajarkanmu bagaimana menikmati anugerah

Jangan pernah menjadikan kesusahan dan kesedihanmu
Sebagai tema pembicaraan,
Karena dengan demikian engkau akan menjadikannya
Sebagai penghalang antara dirimu dan kebahagian.

Rembulan saja tertawa dan bintang-bintang bertepuk tangan riang
Atas dasar apa kegelisahan membunuh dan mencekik kita

Seorang ibu yang anaknya jatuh dari tempat yang tinggi,
Tak seharusnya menghabiskan waktu dengan menangis dan berteriak
Ia seharusnya segera membalut lukanya.

Jangan menerima tempat-tempat yang gelap dalam hidupmu.
Cahaya telah ada.
Engkau hanya cukup memencet tombol
Dan semuanya akan meyala.
Selengkapnya...

13 Juni 2010

Five Main Causes of Stress



Here, we will study the main causes of stress which arise due to external circumstances. We have seen elsewhere that stress can be caused by your external circumstances or your perceptions and attitudes.

Stress is the reason for two thirds of the total visits to the Physician. It is also the leading cause of the coronary artery diseases, cancer, accidents and respiratory diseases besides some others.

Stress aggravates following illnesses: Hypertension, insomnia, diabetes, herpes, multiple sclerosis, etc. Besides, stress that continues for long periods of time can lead to: poor concentration, irritability, anger, and poor judgment.
Stress leads to marriage breakups, family fights, road rage, suicides and violence.
What are the biggest causes of present day stress, and how do these lead to such high levels of tension?

The main causes of stress that arise due to the external environment were studied by Thomas H. Holmes and Richard H. Rahe, from the University of Washington. In 1967 they conducted a study on the connection between certain important life events and the illnesses. As a part of that study they also compiled a list of main reasons of stress in the society.

At the time the study was conducted there were 55 triggers of stress. The list was reviewed in 2006 and that list now contains 63 main causes of stress.
From the studies conducted by Holmes and Rahe, and also other studies that have been conducted from time to time, it seems that following are the biggest causes of present day stress levels in modern societies:

1. Financial Problems
This is the number one source of stress these days. You and your family are not be able to do what you want to due to lack of money. Debts are piling up. Credit Card payments, pending mortgage installments, rising costs of education, mounting expenditure on health concerns. Financial matters top the list of stressors.

2. Workplace Stress
Stress at workplace is another of the main causes of stress. You may be worried about your next promotion. You might be facing the negative or bullying behavior of your boss. You might not be reaching your well-deserved career goals; you might be worried due to office politics. You might be stressed about some major change that is taking place in the organization, or, you might be under stress because of the prospect of losing your job.

3. Personal Relationships
Studies of children, attitude of relatives, arguments with spouse or children, change of place due to requirements of your job, illness of a family member, moving in of parents or moving out of elder children are all main causes of stress.

4. Health
Heart diseases, hypertension, problems with eye sight and sugar afflict many people becoming a major cause of life stress for them. Maintaining good health, reducing weight, increasing weight, being able to lead a healthy life-style: all of these and a few more are the main causes of stress due to health concerns.

5. Irritants
Besides the ones that I have mentioned above there are those annoyances and irritations that you encounter in your daily lives which go on to become biggest sources of stress for you. Problems in commuting to workplace, balance of work and family life, PTMs at children’s schools, workload, visit to doctor, not enough sleep, no time to relax, no time to discuss some nagging problems – who is not aware of these stresses and strains of our lives? You fight with them every day.

These main causes of stress are taking their toll on today’s urban man in the shape of stress related diseases that we mentioned at the top.

But, do you let all of these get on your nerve, getting you all stressed up and making you prone to all the stress-related diseases? – Or have you found ways to live a stress-free and full life despite many problems that beset you?
Develop resilience and never let stress get you down. It can be learnt. But, yes, you have to try.

You may like to take Dr. Rahe’s stress test to see how stressed you are.
To break yourself out of the daily stresses, start by practicing stress releasing exercises, and you will be on your way to freedom from the main causes of stress afflicting our present day lifestyle.

Source: Newsletter from LiveHealthClub. I received on June,10,2010
Selengkapnya...

7 Juni 2010

Ketika Progress Murid Melebihi Gurunya



Salah satu uniknya menjadi guru adalah tidak pernah merasa kesepian. Dimana pun kita berada selalu ada yang menyapa. Apalagi bagi guru yang telah mengabdi dalam koridor profesi ini belasan tahun atau puluhan tahun. Seorang guru yang mampu menjalin relasi atau hubungan yang baik dengan murid-muridnya, hidupnya akan selalu penuh warna. Memang tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga dengan guru. Tidak ada guru yang di senangi oleh semua siswa tetapi tidak juga dijauhi oleh semua siswa. Ya fifty-fifty lah. Tetapi bagaimana hubungan atau relasi antara guru dan murid jika progress si murid jauh lebih melejit dari sang guru ? Tidak dapat kita pungkiri betapa banyak guru yang terjebak oleh rutinitas mengajar sehari-hari dengan style yang itu-itu saja, dengan paradigma statis, bahkan alergi dengan segala sesuatu yang dinamis. Ada kisah menarik yang berhubungan dengan kondisi ini teman.

Sebut saja namanya Budi. Seorang siswa cerdas, berpotensi bagus dan tidak gampang menyerah dengan keadaan. Baginya belajar itu asyik. Sebuah ‘sense’ yang tidak bisa dibeli dengan materi. Tinggalnya disebuah dusun yang jauh dari keramaian kota. Masa kanak-kanak dan remajanya (SD dan MTs) dilaluinya di sekolah yang ada di dusunnya. Setelah tamat MTs ia hijrah dari dusunnya, dan mulai beranjak ke kota melanjutkan ke sebuah Madrasah Aliyah Negeri. Tamat dari MAN, langkah pendidikannya terus dikayuh menuju Perguruan Tinggi. Alhamdulillah diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan. Penuh perjuangan masa pendidikan di Perguruan Tinggi usai sudah. Kembali ke dusun kelahiran, lalu mengajar di Madrasah Tsanawiyah Swasta tempat ia dulu belajar. Di madrasah ini Budi kembali bertemu dengan guru-gurunya. Jika dahulu mereka adalah gurunya dan ia sebagai siswa, tetapi sekarang selain mereka sebagai guru juga sebagai rekan sejawatnya.

Walaupun telah menjadi guru, naluri belajar Budi tetap menggelora. Pendidikannya kembali dilanjutkan ke Pascasarjana. Walaupun harus bekerja keras, masa-masa ini dilaluinya dengan gembira. Mengajar sambil kuliah. Jarak dusun tempat tinggal dengan ibukota Sumtatera Utara (kota Medan) yang cukup menyita waktu perjalanan bukanlah halangan baginya. Maka aktifitas mengajar sambil kuliah dijalani. Nah disinilah awalnya muncul problem relasi Budi dengan guru-gurunya di madrasah tempat dia dulu belajar yang menarik perhatian saya.

Sebagai seorang mahasiswa Pascasarjana yang cerdas (terbukti dengan ia mendapatkan beasiswa), sering ia tidak dapat menerima kinerja kerja guru-guru MTs tempat ia mengajar. Guru-guru rekan sejawat yang notabene adalah guru-gurunya juga. Sehingga tanpa disadari sering ketidak terimaannya itu dituangkan dalam pertemuan-pertemuan (rapat dewan guru). Sudah bisa diduga, protes-protesnya mendapat sambutan yang tidak bersahabat dari rekan sejawat. Sebenarnya ide-idenya bagus, tetapi karena tidak bersambut ya seolah-olah ia berjalan sendiri dalam membenahi sistem pembelajaran di madrasah tersebut. Salah satu idenya yang patut saya acungi jempol adalah Budi tidak hanya mengajar menuangkan ilmu pengetahuan kepada muridnya, tetapi ia juga mulai menanamkan kepribadian yang berkarakter kepada muridnya. Ini yang sering kita sebut dengan pembentukan karakter di sekolah. Sementara guru-gurunya hanya sebatas mengajar member ilmu. Sayang sekali…!

Andaikan guru dapat berbesar hati untuk menerima kelebihan murid sendiri mungkin suasana ini tidak terjadi. Jika disikapi dengan bijak justru kondisi ini adalah asset yang bagus demi kemajuan madrasah. Tapi sayang, sepertinya guru-guru Budi belum bisa menerima kenyataan bahwa anak didik mereka telah tumbuh menjadi pemuda dewasa yang berpikiran kedepan lebih maju dari mereka sendiri. Karena ia selalu dinamis, sedangkan gurunya lebih betah pada lingkaran statis.

Guru yang baik akan menghasilkan murid yang lebih baik dari dirinya. Itulah pepatah yang sering kita dengar. Tetapi bagi saya, lebih baik OK lah…. Tetapi lebih bijaksana….. tetap itu harus ada pada kita, guru-gurunya. Sehingga setinggi apa pun pendidikan si murid ia akan kembali ke gurunya untuk sharing. Maka beruntunglah seorang guru yang tetap dikunjungi murid-muridnya sekalipun pendidikan mereka telah melebihi pendidikan gurunya, apalagi jika tujuan kedatangannya selain tetap menjaga silaturahmi juga karena ada keinginan tetap ‘berbagi’ pada si guru. Tentu saja berbagi ilmu seperti layaknya dulu di bangku sekolah, walaupu dalam tatanan yang berbeda. Dengan kata lain, ketika si murid membutuhkan sesuatu, ia langsung teringat pada sang guru, dan mencarinya karena ingin bertemu…! Biasanya guru yang selalu menjaga kestabilan progress dirinya, maka akan selalu dicari muridnya. Sekalipun si murid tidak berada pada sekolah yang sama. Kalau sudah begini, pasti si guru akan merasakan betapa hidup seorang guru tidak pernah kesepian. Life is so colourfull...!

Selengkapnya...

2 Juni 2010

Bagaimanakah Hari Tua Kita...?



Menjadi tua itu pasti dan menjadi dewasa adalah pilihan. Kata-kata bijak ini sering kita baca dan kita dengar. Adakah manusia yang mampu menghindar dari masa tua? Cepat atau lambat kita semua bergerak mendekati fase tersebut. Cukup banyak pula para motivator memberikan tips-tips dalam menghadapi masa tua yang tetap bahagia. Kita pun sering tanpa sadar menabung dengan missi untuk persiapan di hari tua. Berikut ini ada sebuah kisah yang dialami seorang teman saya, namanya Rahmadsyah. Kisah ini dishare beliau pada sebuah milist. Sungguh sebuah kisah yang memiliki makna yang dalam bagi kita untuk merenung….. “Bagaimanakah hari tua kita nanti ?”

====================================================
Tadi siang tepatnya jam 11.00 wib. Saya masuk ke sebuah Bank di dramaga Bogor. Saya disapa ramah oleh pak Satpam. Kemudian, saya diberikan form dan no antrian. No antrian yang dilaminating kertas berwarna kuning, tertulis rapi hasil printing, font times new roman 118. Setelah saya mengisi no rek adik saya yang di Aceh, kemudian sambil menunggu giliran, saya mencari kursi kosong yang disediakan buat nasabah.

Terdengar suara teller memanggil ”no antrian seratus tiga belas (113)”. Dalam hati saya, alhamdulillah tidak lama lagi. Panggilan antrian pun terus berlanjut. Hingga ke 116. Berdirilah seorang kakek, umurnya mungkin sudah diatas 70. Kulitnya sudah mengeriput. Rambutnya telah menunjukan perubahan warna menjadi putih. Memakai baju kemeja putih, dan celana bahan cokelat. Kepala nya tertutup kopiah hitam.

Pak Satpam menyapa ”Ada yang bisa saya bantu pak?” sang kakek mengeluarkan surat berukuran setengah A4, terlaminating, dari kejauhan saya dapat melihat ada pas photo backround merah dan berkopiah hitam, serta baju putih, dalam foto tersebut. ”Saya mau ambil pensiunan”.

Pak satpam kemudian bertanya kepada atasannya, apakah bisa melalui bank ini? Karena kakek tersebut juga membawa buku nasabah atas nama beliau sendiri pada bank itu. Kemudian buku tabungan beliau di cek oleh teller. Karena si kakek mau tau berapa uang ditabungan beliau, sebab anaknya bilang sering transfer (tabung kata kakek) kerening kakek itu.

”Antrian seratus delapan belas (118)” teller satunya lagi memanggil no antrian saya. Saya menuju meja teller, menyerahkan form transfer yang telah saya isi berserta dengan uangnya. Sekarang saya semakin dekat berdiri dengan kakek, sehingga terdengar pembicaraan teller dengan kakek.

”Bapak mohon maaf, uang ditabungan bapak tinggal (... tidak terdengar suara siteller) (saya tidak tau berapa persisnya, yang pasti tidak ada yang bisa diambil). Sikakek bilang ”Anak saya bilang dia sering nabung ke no rekening saya”. Teller kemudian menjelaskan ”Bapak, anak bapak bukannya menabung, tapi malah melakukan penarikan lewat ATM”. Teller kembali melanjutkan ”Ini tanda penarikan lewat ATM, 1 jt,1jt,500,50, 75,700 ...(sampai halaman terkhir) dan ini sisanya”.

Sang kakek terdiam kaku, beliau sudah sangat tua. Berbicara saja terengah-engah, suara nya sudah tak terdengar. Teller menanyakan lagi ”ATM bapak siapa yang pegang?” kakek menjawab ”Anak saya, dulu saya pernah minta bantuan dia untuk mengambilkan uang satu juta”.

”Anaknya dimana sekarang?” Kakek hanya diam, dan terus bernafas.

”Terima kasih bapak, uang nya telah terkirim, masih ada yang bisa dibantu” Teller yang melayani transaksi saya, menyodorkan kertas warna kuning untuk saya simpan. Saya pun meninggalkan Bank tersebut, sambil melihat kepada sang kakek yang dipenuhi wajah kesedihan.

Sampai diluar, saya tidak langsung pulang, tapi duduk ditangga teras bank tersebut, membuka Netbook untuk cari tau info no telf travel perjalanan Bogor – Bandung. Beberapa saat kemudian, sang kakek keluar dan duduk ditangga juga, 2 meter dari kanan saya. Beliau sambil memasukkan surat-surat dan KTP nya, dalam sebuah amplop. Kepala nya menunduk, melihat keatas, kiri dan kanan.

Saya tinggalkan fokus dengan informasi di situs travel yang sedang saya cari, Dan saya lakukan konekting dengan sang kakek, untuk merasakan dan memahami apa yang beliau fikirkan. Saya langsung merasa (cepat konekting, mungkin karena didalam sudah saya lakukan sebelumnya) ”Perasaan sedih hadir dalam diri saya, mata saya berkaca-kaca, dan butiran bening mengaburi pandangan saya. Selain itu yang muncul dalam diri saya, sebuah pertanyaan mengapa seperti ini dan mengapa t.e.g.a”.

Sang kakek kemudian berdiri dan melangkah menuju keluar halaman bank, dan naik angkot menuju laladon/bubulak.

Ada kesedihan, haru, kasihan dan juga diselimuti marah dalam diri saya. Kesedihan merasakan apa yang dirasakan oleh sang kakek. Kasihan, usia nya yang sungguh sangat dan bukan lagi bisa dikatakan muda, uang yang mungkin bisa beliau nikmati dimasa tua habis.

Sementara kemarahan dalam diri, karena : Bagaimana bisa terjadi, bagaimana bisa t.e.g.a seorang anak berperilaku kepada bapaknya seperti itu? Tapi saya sadar, kemarahan kepada anak si kakek itu, tidak wajar saya marah kepadanya. Karena, pasti ada hal (informasi) yang belum lengkap saya dapatkan, untuk segera saya sikapi demikian.

Saya duduk dan terdiam sejenak. Memory saya kembali kemasa saat-saat detik terakhir bersama keluarga sebelum tsunami. Setelah itu saya melakukan perenungan, bahkan muncul pertanyaan dalam diri, bagaimana dengan kehidupanku saat aku tua seperti beliau kelak? Ada pelajaran dan hikmah yang tersirat dalam diri. Sebuah pesan singkat, bertebaran berupa suara ”Jadilah orang baik”.

Shahabat, mari kita kirimkan doa untuk si kakek, mudah-mudahan masalah yang sedang beliau alami saat ini, segera terbuka pintu penyelesaiannya. Semoga Allah mengangkat derajat, keimanan, ketaqwaan, terampuni dosa, dan diterima amal ibadah beliau, juga kita.. Amin ya Rabbal’alamin.

Bogor 26 mei 2010.

====================================================

Begitulah kisahnya teman. Jadi teringat dengan salah seorang teman SMP saya pernah berkata: “There’s always reason for everything we do.” Apa pun ‘reason’ di balik prilaku anak si kakek, masih kah itu dapat dimaklumi ? Ternyata untuk mempersiapkan hari tua, tidak cukup dengan mempersiapkan tabungan dalam bentuk uang, teman. Mempersiapkan generasi yang mampu menyayangi, menghormati dan menghargai orang tuanya jauh lebih penting. Seperti kata Rasul: “Hormatilah orang tuamu, supaya kamu dihormati anakmu.” (Eiitss…tapi bukan berarti saya menganggap si kakek dulunya tidak menghormati orang tuanya sendiri lo. Seperti kata teman saya Pak Rahmadsyah itu, bahwa…… “pasti ada hal (informasi) yang belum lengkap saya dapatkan, untuk segera saya sikapi demikian”. )

Wallahu’alam bishshawab…!
Selengkapnya...