MOHON MAAF, PELAWISELATAN DOT BLOG SPOT DOT COM SEDANG DALAM PROSES RENOVASI. HARAP MAKLUM UNTUK KETIDAKNYAMANAN TAMIPLAN. Semoga Content Sharing Is Fun Memberikan Kontribusi Positif Bagi Pengunjungnya. Semua Artikel, Makalah yang Ada Dalam Blog Ini Hanyalah Sebagai Referensi dan Copast tanpa menyebutkan Sumber-nya Adalah Salah Satu Bentuk Pelecehan Intelektual. Terimakasih Untuk Kunjungan Sahabat

24 November 2009

Ayoo...Mari Meng-up Date Diri...!!


Anda sering mengoperasikan komputer ? Jika komputer yang anda gunakan tidak pernah di up date softwarenya, bagaimana kinerjanya ? Lelet…lemot…lola alias loading lambat….?? Mungkin begitu komentar yang muncul. Nah bagaimana jika kita sebagai guru tidak pernah meng-up date (baca: meningkatkan kompetensi) diri ? Jangan-jangan murid-murid kita akan mengeluarkan komentar yang sama. Lelet…lemot…lola… he he he….

Ada satu fenomena dikalangan guru yang sering hadir di sekeliling kita. Naluri berpacu meningkatkan kompetensi hanya terjadi ketika masih dalam pendidikan kejuruan. Begitu masa pendidikan selesai, predikat S1 didapat, maka status PNS menjadi target utama. Setelah target tercapai…stuck….no progress. Hal ini sering kita jumpai pada guru-guru di daerah. Akan tetapi bukan mustahil di kota besar kondisi ini tidak ada.
Saya jadi ingat ucapan seorang dosen IAIN (maaf lupa namanya), ketika beliau menyampaikan presentasinya di sebuah seminar, beliau mengatakan: “Barang siapa yang telah memutuskan untuk menjadi seorang guru, maka diharamkan baginya berhenti belajar.”

Keadaan jaman bergerak dengan dinamis. Maka jika para guru menyikapinya secara statis? Apa jadinya dengan siswa kita? Sudah saatnya para guru, sekalipun yang bertugas di daerah untuk selalu meng-up date diri. Banyak jalan menuju roma. Apalagi bagi guru yang telah menerima tunjangan profesi. Mungkin akan muncul argument… semua itu membutuhkan biaya. Meng-up date diri tidak harus melalui perguruan tinggi (tetapi jika itu dapat terjangkau mengapa tidak), bukankah sekarang kita juga dapat meng-up date diri secara on line ? Toh warnet mulai merambah ke daerah, bahkan warnet sudah masuk desa. Biaya akses per jam juga lebih murah jika dibandingkan dengan semangkok bakso. So… What are You waiting for, guys..??

Menjelang hari guru pada tanggal 25 Nopember 2009, saya jadi teringat kalimat seorang teman melalui milist klub guru Indonesia yang kira-kira begini bunyinya:

Jika seorang guru sudah menjadi Bebek,
Maka jangan harap dapat mendidik Elang

Hanya guru yang berkarakter
Yang dapat menumbuhkan karakter muridnya

Hanya guru yang termotivasi
Yang dapat memotivasi muridnya

Hanya guru yang tertib
Yang dapat menertibkan muridnya

Selagi di atas langit masih ada langit
Maka seorang guru tetap masih membutuhkan guru.
(Yang ini argument diri sendiri. He he he..)

Selamat Hari Guru kepada seluruh tenaga pendidik negri ini

Semakin ikhlas menjalankan tugas profesi
Semakin berlimpah karunia Allah menanti…!!

Bahkan pintu karunia itu terkadang datang dari
Arah yang sungguh diluar pemikiran diri…!!
Karena Tuhan tau…tetapi Ia menunggu…!!
Selengkapnya...

14 November 2009

UN Dimajukan Maret 2010


Walaupun banyak reaksi menentang sistem kelulusan ala UN, tapi UN tetap terus berlanjut. Beberapa hari ini malah dikejutkan dengan munculnya PP 75 2009 tentang pelaksanaan UN untuk SMP/MTS dan SMA/MA. Apakah yang membuat para guru kaget? Ternyata UN yang semula planning-nya akhir April 2010, dimajukan pada bulan Maret 2010 dan UN dilaksanakan dua kali. Yang pertama namanya UN Utama dan yang kedua UN Ulangan. Sedangakan siswa yang berhalangan, sakit misalnya pada pelaksanaan UN Utama, dapat mengikuti UN Susulan. PP 75 2009 ini ditandatangani oleh Bapak Bambang Sudibyo, Mendiknas yang lama. Kabarnya beliau menandatanganinya seminggu sebelum diganti. Bisa jadi sebagai dampak dari UN yang dilaksanakan dua kali ini, maka Perguruan Tinggi pun mungkin akan melaksanakan test masuk Perguruan Tinggi dua kali juga.

Berikut saya kutip pasal-pasal dari PP 75 2009 yang memuat hal-hal tersebut di atas.

Pasal 5

(1) UN Tahun Pelajaran 2009/2010 dilaksanakan dua kali yaitu UN utama dan UN
ulangan.

(2) UN utama untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan pada minggu ketiga
Maret 2010.

(3) UN utama untuk SMP/MTs dan SMPLB dilaksanakan satu kali pada minggu
keempat Maret 2010.

(4) UN susulan dilaksanakan satu minggu setelah UN utama.

(5) Ujian praktik kejuruan untuk SMK dilaksanakan sebelum UN utama.

Pasal 6

(1) UN Ulangan untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan minggu kedua
Mei 2010.

(2) UN Ulangan untuk SMP/MTs dan SMPLB dilaksanakan minggu ketiga Mei
2010.

Pasal 7

Mata pelajaran yang diujikan pada UN:

(1) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi;

(2) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi;

(3) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/
Antropologi, dan Sastra Indonesia;

(4) Mata Pelajaran UN MA Program Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir, Hadis, dan Fikih;

(5) Mata Pelajaran UN SMK meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, dan Teori Kejuruan;

(6) Mata Pelajaran UN SMALB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan
Matematika; dan

(7) Mata Pelajaran UN SMP/MTs, dan SMPLB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Untuk lengkapnya PP 75 2009 dapat di download di www.pengawas20.wordpress.com

Kondisi ini tentu saja membuat para guru yang mengajar di kelas 9 untuk SMP/MTs dan kelas XII untuk SMA/MA kalang kabut. Bagaimana mereka harus memberesi materi pelajaran sesuai tuntutan SKL. Hanya dua bulan waktu yang dimiliki setelah usainya program semester Ganjil. Protespun bermunculan di mana-mana. Akankah protes itu di dengar? Waallahualam.

Sepertinya tiada jalan lain, kecuali mau gak mau, suka gak suka ya...mempersiapkan semua stakeholder di sekolah/madrasah untuk melaksanakan perubahan ini. Semoga tidak menambah beban stress siswa ataupun guru. I hope everything will be OK....!! God willing...!!


Selengkapnya...

10 November 2009

Gadis Kecil itu Bernama Halimatussakdiyah

Namanya Halimatussakdiyah. Persis nama ibu susu Rasulullah Muhammad SAW. Ia tinggal di daerah pesisir kota Pangkalan Brandan yang disebut Borboran oleh masyarakat setempat. Berasal dari keluarga yang amat sangat sederhana (maaf dapat disebut di bawah garis kemiskinan). Cenderung introvet dan tidak banyak bicara. Mengapa ? Mungkin karena teman-temannya selalu menertawakan dirinya jika ia bicara, terutama di dalam kelas. Memang Halimah, demikian biasa namanya dipanggil, memiliki gaya bicara yang unik. Yang tidak dimiliki oleh anak-anak lain pada umumnya. Hal inilah yang membuat saya tertarik dengan anak ini. Mengapa gaya bicaranya se-unik itu?

Pertanyaan ini terjawab, ketika ia duduk di kelas VIII saya berkunjung ke rumahnya. Tujuan kunjungan itu untuk melihat keadaannya pasca operasi tumor yang dijalaninya. Ya, gadis kecil itu ternyata ‘menyimpan’ tumor di perutnya dengan berat mencapai 1 kg. Pantaslah ia sering mengeluh sakit perut. Dengan bantuan fasilitas Gakin, ia dapat dirawat dan dioperasi di Rumah Sakit umum Tanjung Pura.

Tahukah temans, sebelum dokter mengatakan bahwa ada tumor diperutnya, ia sempat digossipkan oleh warga kampung tempatnya tinggal bahwa ia hamil. Tumor seberat hampir 1 kg tentu saja membuat size perut gadis kecil itu membuncit. Ayahnya sempat meradang dengar gossip ini. Ocehan-ocehan tidak bertanggung jawab itupun berhenti setelah Halimah di operasi.

O,ya kembali pada cerita kunjungan saya ke rumahnya pasca operasi. Setelah bersusah payah, bertanya kesana-sini, akhirnya saya bersama seorang teman berhasil menemukan rumahnya yang nyelip di antara rumah-rumah penduduk. Karena nyelipnya kenderaan kami gak bisa nyampek ke rumahnya. Padahal kenderaan yang digunakan cuma sepeda. Maklumlah temans, Omar Bakri-isme sih. He he he. Terpaksa sepeda dititipkan di rumah tetangganya. Dengan nyelip-nyelip jalan di sela-sela pinggiran rumah penduduk, ya minta izin numpang lewatlah, akhirnya kami tiba di rumahnya. Sebuah rumah panggung berlantai kayu (maaf, lantainya sudah bolong-bolong. Saya sempat ragu ketika akan menginjak lantai tersebut. Karena kelihatanya kondisinya sudah lapuk. Tapi dengan Bismillah, saya injak saja. Alhamdulillah, tidak terjadi hal yang dikhawatirkan). Jika air laut pasang maka air laut akan menggenang tepat di bawah lantai tersebut. Banjirlah halamannya. Ketika itu rumahnya belum menggunakan listrik. Mereka memakai lampu sentir atau kata orang Jawa lampu teplok. Di ruang tamu tempat kami duduk (kami duduk dilantai kayu beralas tikar, karena memang tidak ada kursi tamu di situ) hanya terdapat sebuah meja tulis yang sudah tua dilengkapi kursinya dan bufet tua yang diatasnya ada pesawat televisi yang.....maaf...saya rasa sudah tidak dapat digunakan lagi.

Nah dalam kunjungan inilah akhirnya terjawab pertanyaan saya tentang gaya bicara Halimah yang unik tersebut. Ternyata ibunya Halimah bisu. Saya terdiam ketika mengetahui hal ini. Pantaslah gaya bicara Halimah rada unik. Bukankah Ibu adalah guru pertama bagi anak? Jika ibunya bisu, siapa yang akan mengajari dia ‘bicara’? Sementara ayahnya bekerja ke laut sebagai nelayan. Terkadang sampai seminggu tidak pulang. Sedangkan Halimah anak tunggal. Sebenarnya ia memiliki beberapa saudara, tetapi satu persatu saudara-saudaranya meninggal karena suatu penyakit ketika balita. Dalam kunjungan itu betapa Ibunya kelihatan sangat terharu dengan kedatangan kami. Dengan bahasa isyaratnya sepertinya begitu banyak kata-kata yang ingin diucapkannya, yang semua gerak tubuh itu intinya adalah TERIMAKASIH. Anehnya Halimah mengerti betul bahasa isyarat Ibunya. Bahkan kata Ayahnya, Halimah lebih bisa memahami bahasa isyarat Ibunya dari pada dirinya sendiri.
Walaupun ibunya bisu, beliau tetap bekerja sebagai buruh membelah ikan untuk dijadikan ikan asin. Terkadang Halimah pun ikut membantu ibunya demi mencukupi kebutuhan keluarga.

Setelah kunjungan itu, Halimah mulai banyak bicara ke saya. Ada saja ceritanya. Di kelaspun dia semakin aktif dan kelihatan betul dalam proses pembelajaran ia sungguh-sungguh. Hanya saja dengan keterbatasan kognitif dan psikomotor yang dimilikinya hasilnya belum memadai. Tapi saya sangat senang dengan cara ia berproses. Apa lagi dalam pelajaran bahasa inggris, betapa ia bersusah payah untuk mampu menyebut kosa kata dengan pronouncation yang tepat. Setidaknya ia tidak menyerah. Terkadang saya sulit memahami kata-katanya. Ya karena keunikan gaya bicaranya itu. Teman-temannya mulai tidak lagi menertawakan dirinya di kelas. Karena kami (guru-guru) selalu memotivasi mereka untuk menghargai keunikan orang lain. Ditertawakan itu bukan hal yang menyenangkan dan tidak layak dilakukan.

Akhirnya Juni 2009 lalu ia lulus dari Tsanawiyah. Setelah itu saya tidak pernah mendengar kabar tentang dirinya, sampai pertengahan September kemarin. Kepala MAS Al Washliyah menjumpai saya dan bertanya.... ”Bu Ayu kenal anak ini?” beliau menunjukkan selembar copy ijazah. Copy ijazah itu milik Halimatussakdiah.

”Lo ini murid Tsanawiyah yang baru tamat tahun ajaran kemarin.” kata saya setengah kaget.
”Kok bisa sama Bapak ?” tanya saya.
”Tadi malam dia ke rumah saya. Dia bilang dia mau sekolah tapi tidak ada biaya. Menurut Ibu bagaimana? Layak dibantu tidak?”

Oh My God...! Ternyata Halimah selama ini tidak melanjutkan sekolahnya karena ketiadaan biaya. Dengan semangat 45 saya jelaskan kepada Kepala MAS Al Washliyah bahwa ia sangat layak dibantu. Bahkan sebagai madrasah yang pola pendidikannya berlandaskan ajaran Islam, sungguh sangat berdosa menolak keinginan anak seperti Halimah. Saya ceritakan juga seperti apa kondisi keluarganya.

Dua hari setelah kejadian itu, saya melihat dia sekolah lagi. Kali ini seragamnya putih abu-abu. Dengan senyum sumringah ia menjumpai saya lalu menyalami saya sambil berkata... ”Bu, sekarang saya sudah Aliyah.” Betapa jelas rona kebahagiaan terpancar diwajahnya kala itu

Mungkin ini memang kisah biasa, tapi tidak buat saya. Halimatussakdiah, anak dengan segala keunikan yang dimiliki dan kerasnya kehidupan yang dijalani, tetapi ia tetap punya semangat untuk sekolah. Ia berani merajut mimpi. Dia berani menjumpai kepala MAS Al Washliyah yang tidak dikenalnya sambil bilang.... ”Pak, saya mau sekolah.” Kemauan kerasnyalah yang membuat ia berani.
Sementara banyak anak lain yang berasal dari keluarga serba berkecukupan, bahkan dari orang tua dengan latar belakang berpendidikan, tetapi tidak bertanggung jawab dalam proses pendidikannya di sekolah.
Halimatussakdiah, tahukah dirimu ? Bahwa ada seorang gurumu yang mendapat pembelajaran berarti dalam perjalanan hidupmu. Dan gurumu itu adalah...... D..I..R..I..K..U...!!
Selengkapnya...

2 November 2009

Andaikan Mendiknas Membaca Ini...!

Satu lagi newsletter dari sekolah orang tua yang ingin saya share di sini. Jauh di sudut hati berbisik....Andaikan Mendiknas kita membaca ini... tentu saja tidak sekedar membaca, tetapi menelaah lebih dalam lagi.... Akankah hatinya tergerak mempertimbangkan untuk tidak meneruskan sistem kelulusan ala UN yang sungguh melanggar HAM itu ? Bagi yang sudah baca mungkin kita bisa discuss di kotak komentar, tetapi bagi yang belum baca..... monggo... baca aja... Nothing to lose lah. He he he....

-------------------------------------------------------------------------------------
Apapun yang dicapai anak kita memiliki harga tertentu. Maka hargailah apapun yang telah ia capai

Penghargaan adalah buah manis dari perhatian. Saat kita memperhatikan maka kita akan dapat lebih mudah menghargai.


Sayangnya, seringkali penghargaan disamakan dengan keberhasilan yang didapat. Perlu kita ingat bersama penghargaan tidaklah sama dengan pencapaian yang didapat apapun hasil pencapaiannya. Jika kita memiliki persepsi bahwa penghargaan sama dengan pencapaian yang positif maka saat tidak berhasil sesuai standar maka tidak ada penghargaan. Atau ketiadaan penghargaan akan diartikan kegagalan.


Sekarang, jika kita mengubah sedikit persepsi tentang keberhasilan dengan memandang bahwa keberhasilan adalah bagian dari sebuah proses maka kita akan lebih mudah untuk menghargai proses yang telah ditempuh, apapun hasilnya. Bukankah begitu?


Seorang anak berusia 6 tahun ingin memberikan kejutan di hari ulang tahun ibunya. Pukul 05.00, ia sudah bangun untuk menyiapkan kejutan berupa sarapan roti panggang buatannya. Si ibu mendengar keributan di dapur dan bangun kemudian turun mengendap-endap menuju dapur. Ia memperhatikan bagaimana anaknya berusaha dengan hati-hati dan pelan-pelan menghias meja makan dengan bunga buatannya yang telah disiapkan sehari sebelumnya, mengatur peralatan makan dan kartu ucapan ulang tahun diletakkan didepan kursi ibunya. Kemudian si ibu memperhatikan bagaimana si anak memanggang rotinya. Namun sayangnya hasilnya tidak sesuai harapan si anak dan akhirnya ia mencoba terus. Akibatnya, dapur menjadi kotor dan semua roti serta selai habis dipakai. Dan… tidak ada satupun roti panggang yang terpanggang dengan sempurna. Si anak menjadi sedih dan duduk memandangi roti buatannya.


Melihat hal itu, si ibu bergegas turun ke dapur dan berpura-pura baru bangun tidur. Ibu langsung memekik kaget, berpura-pura terkejut melihat meja makan yang telah diatur dengan sangat rapi dan indah oleh sang anak. Ibu mengucapkan terima kasih dan memberikan ciuman kepada si anak. Hati si anak agak terhibur dan dia memberikan roti tidak sempurnanya kepada ibu. Sang ibu memakan hingga habis dan mengatakan bahwa roti buatan si anak merupakan roti terenak karena memiliki bumbu cinta.

Dari cerita sederhana ini kita bisa menarik pelajaran berharga bahwa si ibu berfokus pada hal yang dapat dikerjakan oleh si anak, walaupun si ibu tahu hasilnya tidak sesempurna jika ia mengerjakannya sendiri. Ibu menghargai setiap hasil terkecil apapun yang diberikan anaknya kepada dirinya. Dan si anak merasa sangat dihargai dan hasil akhirnya ia merasa dicintai oleh ibunya.


Bagaimanakah dengan anak-anak kita yang “memanggang” ulangannya terlalu “hangus” di sekolahnya? Apakah yang kita lakukan dengan “ulangan panggang yang hangus” tersebut? Sudahkah kita menghargai prosesnya ataukah semata-mata hasilnya? Kalimat yang kita ucapkan menanggapi “ulangan panggang yang hangus” menentukan pemaknaan yang diberikan anak!


Tahukah Anda bahwa pernyataan seperti :

* “Oke … tak apa ulanganmu jelek. Lupakan saja dan belajar kembali … besok masih ada kesempatan kok. Besok pasti lebih baik!” atau
* “Ibu kan sudah beritahu kamu kemarin untuk belajar dan kamu tidak mau dengar. Nah sekarang beginilah hasilnya. Lain kali kamu mau kan belajar?” atau …
* “Apa sih Nak yang kamu belum mengerti? Kan kemarin kamu sudah belajar dan latihan. Ayo ayah / ibu bantu untuk menerangkan yang kamu belum mengerti!”

masih akan dianggap anak sebagai bentuk penolakan atas dirinya yang dipicu dari perasaan kurang dipahami? Yaaa … betul Anda tidak salah baca semua tanggapan di atas – yang nampaknya baik dan bijaksana – masih bisa memicu perasaan kurang dipahami dalam diri anak. Apalagi tanggapan yang kasar seperti :

* “Dasar pemalas! Mulai besok kamu hanya boleh main video game hari minggu selama 1 jam saja! Titik!”
* “Nih lihat hasil ulangan kamu dimana kamu kemarin malas belajar! Ayah dan Ibu tak mau tanda tangan ini! Biar kamu dihukum guru di kelas!”

atau mungkin yang lebih kasar dari yang diatas yang sering terucap dengan maksud memotivasi anak – semuanya jelas malah merusak harga diri anak-anak tercinta kita!


Kunci dari semua itu adalah mengungkapkan pernyataan yang memenuhi 3 kebutuhan dasar semua manusia yaitu : rasa aman, persetujuan / perasaan dicintai dan otonomi diri.

Ketiga kebutuhan itu mendasari semua motivasi dalam bertindak pada semua umat manusia tidak peduli apakah dia laki atau perempuan, beragama ataupun tidak, berkulit kuning, hitam ataupun sawo matang , cacat ataupun tidak, dan memiliki pendidikan tinggi ataupun rendah. Semua motivasi berakar dari ketiga kebutuhan dasar tersebut. Itulah faktor penentu harga diri seseorang.
-------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan artikel di atas bersumber dari newsletter yang saya terima dari www.sekolahorangtua.com


Selengkapnya...